Melebihi
dari bahagianya seorang Pecinta adalah ketika Cintanya dibalas dengan Cinta
yang lebih besar. Saya pernah berkata dalam sebuah seminar tentang dunia
mentoring: “Mementor itu adalah pekerjaan Cinta. Saat Engkau mencintai adik
mentor, maka rasakanlah, Engkau akan dicintai mereka tanpa pernah engkau
memintanya”.
Biar jelas, mari kita bandingkan keadaan seorang mentor yang tidak dicintai
adik mentornya dan mentor yang dicintai adik mentornya :
Mentor yang tidak dicintai adik
mentor
(mad’u) |
Mentor yang dicintai adik mentor
(mad’u)
|
||
Saat mad’u menghadiri mentoring
|
Mad’u lesu, ingin cepat pulang
|
Saat mad’u menghadiri mentoring
|
Mad’u bersemangat, sesekali menanggapi materi secara
ekspresif
|
Ketika Mad’u telat datang
|
Meminta maaf ketika datang ke majelis dan tidak
meminta ijin terlebih
dahulu |
Ketika Mad’u telat datang
|
Meminta maaf/ijin karena telat lewat sms
|
Ketika Mentor membatalkan mentoring
|
“Asyik! Bisa ngerjain PeeR!”
|
Ketika Mentor membatalkan mentoring
|
“Kang/Teh, ada mentoring pengganti gak?”
|
Ketika Mentoring sudah lama vakum
|
Adik mentor cenderung menyimpulkan mentoring sudah
berhenti.
|
Ketika Mentoring sudah lama vakum
|
Mad’u terus bertanya, “Kang kapan mentoring lagi?”
|
Ketika Mentor berbuat salah
|
Mad’u cenderung diam membiarkan
|
Ketika Mentor berbuat salah
|
Mad’u protes dan mempertanyakannya
|
Pernyataan cinta
|
Mad’u tidak menyatakan cinta pada mentor
|
Pernyataan cinta
|
“Kang/Teh, ana uhibbuka fillah…”
|
Momen-momen tak terlupakan
|
Makan bareng, naik gunung bareng, menginap bersama
di rumah adik
mentor. |
Momen-momen tak terlupakan
|
Makan bareng, naik gunung bareng, menginap bersama
di rumah adik
mentor, Mad’u menelepon memberikan selamat ketika mentor ulang tahun, lulus kuliah, dan berbahagia, Mentor dijenguk ketika sakit, Mad’u menceritakan rahasia penting hanya kepada mentor, Mad’u mengajak mentor menginap di rumahnya, Mad’u melepas kepergian mentor di bandara, Mentor dicarikan istri oleh adik mentor. |
Begitu
besarnya peran Cinta dalam kehidupan tarbiyah kita sehingga perbedaan antara
mentor yang memilikinya dan mentor yang tidak memilikinya terlihat begitu jelas
dan kentara. Meskipun begitu seorang Mentor tidak merasakan perasaan Cinta itu
tanpa sebab sama sekali. Bagaimanapun juga kalau ada asap mesti ada api bukan?
Gak mungkin ada asap ada jin… itu cuman di film Jin dan Jun saja. Mentor yang
mendapat cinta dari adik mentor setidaknya memiliki karakteristik seperti ini :
1. Mentor Mampu Menghafal Nama Adik Mentornya Seketika dan Selamanya
Abbas Asy-Syisi menyiratkan hal ini dalam bukunya “Memikat Hati Objek Dakwah” dengan menyebutkan kebiasaan menghafal nama sebagai kebiasaan yang harus dimiliki setiap mentor. Menghafal nama adalah awal dari perkenalan. Perkenalan adalah awal dari jalan menuju Cinta. Rasulullah selalu menyebut nama sahabat ketika berdiskusi, bahkan hafal nama-nama populer dari setiap sahabatnya. Terkadang Rasulullah menyebut Ali dalam sebuah halaqah terkadang menyebut dengan panggilan Abu Hasan. Terkadang menyebut Abu Bakar, di lain waktu menyebut Ash-Shidiq.
Mohon tidak
diremehkan, tetapi pertemuan pertama(perdana) mentoring adalah waktu paling
krusial dan menentukan dibanding pertemuan mentoring kedua, ketiga, keempat dan
seterusnya. Jika di pertemuan perdana mentor mampu menghafal nama semua adik
mentor dengan baik, maka hal itu akan berbekas ke hati tiap adik mentor.
Usahakanlah untuk tidak lagi menggunakan kata “Kamu” kepada adik mentor dan
gantilah dengan panggilan yang paling ia senangi. Kesan yang berbekas dari
kegiatan menghafal nama ini akan bertumbuh menjadi perasaan simpatik,
berkembang menjadi perasaan salut, dan berbunga cinta. Ketika bertemu di jalan,
menyapa dan menanyakan kabar gunakan terus panggilan yang amat sangat disukai
adik mentor. Niscaya adik mentorpun akan senantiasa mengingat antum dalam hatinya.
Janganlah kaget kalau suatu saat perasaan itu berkembang menjadi sebuah bentuk
perhatian dan itsar–mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan
dirinya sendiri. Percaya deh.