Showing posts with label Akhlak Terpuji. Show all posts
Showing posts with label Akhlak Terpuji. Show all posts

Jadi Mentor yang Dicintai yuk!

Melebihi dari bahagianya seorang Pecinta adalah ketika Cintanya dibalas dengan Cinta yang lebih besar. Saya pernah berkata dalam sebuah seminar tentang dunia mentoring: “Mementor itu adalah pekerjaan Cinta. Saat Engkau mencintai adik mentor, maka rasakanlah, Engkau akan dicintai mereka tanpa pernah engkau memintanya”.


Biar jelas, mari kita bandingkan keadaan seorang mentor yang tidak dicintai adik mentornya dan mentor yang dicintai adik mentornya :

Mentor yang tidak dicintai adik mentor
(mad’u)
Mentor yang dicintai adik mentor (mad’u)
Saat mad’u menghadiri mentoring
Mad’u lesu, ingin cepat pulang
Saat mad’u menghadiri mentoring
Mad’u bersemangat, sesekali menanggapi materi secara ekspresif
Ketika Mad’u telat datang
Meminta maaf ketika datang ke majelis dan tidak meminta ijin terlebih
dahulu
Ketika Mad’u telat datang
Meminta maaf/ijin karena telat lewat sms
Ketika Mentor membatalkan mentoring
“Asyik! Bisa ngerjain PeeR!”
Ketika Mentor membatalkan mentoring
“Kang/Teh, ada mentoring pengganti gak?”
Ketika Mentoring sudah lama vakum
Adik mentor cenderung menyimpulkan mentoring sudah berhenti.
Ketika Mentoring sudah lama vakum
Mad’u terus bertanya, “Kang kapan mentoring lagi?”
Ketika Mentor berbuat salah
Mad’u cenderung diam membiarkan
Ketika Mentor berbuat salah
Mad’u protes dan mempertanyakannya
Pernyataan cinta
Mad’u tidak menyatakan cinta pada mentor
Pernyataan cinta
“Kang/Teh, ana uhibbuka fillah…”
Momen-momen tak terlupakan
Makan bareng, naik gunung bareng, menginap bersama di rumah adik
mentor.
Momen-momen tak terlupakan
Makan bareng, naik gunung bareng, menginap bersama di rumah adik
mentor, Mad’u menelepon memberikan selamat ketika mentor ulang tahun, lulus
kuliah, dan berbahagia, Mentor dijenguk ketika sakit, Mad’u menceritakan
rahasia penting hanya kepada mentor, Mad’u mengajak mentor menginap di
rumahnya, Mad’u melepas kepergian mentor di bandara, Mentor dicarikan istri
oleh adik mentor.
Begitu besarnya peran Cinta dalam kehidupan tarbiyah kita sehingga perbedaan antara mentor yang memilikinya dan mentor yang tidak memilikinya terlihat begitu jelas dan kentara. Meskipun begitu seorang Mentor tidak merasakan perasaan Cinta itu tanpa sebab sama sekali. Bagaimanapun juga kalau ada asap mesti ada api bukan? Gak mungkin ada asap ada jin… itu cuman di film Jin dan Jun saja. Mentor yang mendapat cinta dari adik mentor setidaknya memiliki karakteristik seperti ini :

1. Mentor Mampu Menghafal Nama Adik Mentornya Seketika dan Selamanya
Abbas Asy-Syisi menyiratkan hal ini dalam bukunyaMemikat Hati Objek Dakwahdengan menyebutkan kebiasaan menghafal nama sebagai kebiasaan yang harus dimiliki setiap mentor. Menghafal nama adalah awal dari perkenalan. Perkenalan adalah awal dari jalan menuju Cinta. Rasulullah selalu menyebut nama sahabat ketika berdiskusi, bahkan hafal nama-nama populer dari setiap sahabatnya. Terkadang Rasulullah menyebut Ali dalam sebuah halaqah terkadang menyebut dengan panggilan Abu Hasan. Terkadang menyebut Abu Bakar, di lain waktu menyebut Ash-Shidiq.


Mohon tidak diremehkan, tetapi pertemuan pertama(perdana) mentoring adalah waktu paling krusial dan menentukan dibanding pertemuan mentoring kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Jika di pertemuan perdana mentor mampu menghafal nama semua adik mentor dengan baik, maka hal itu akan berbekas ke hati tiap adik mentor. Usahakanlah untuk tidak lagi menggunakan kata “Kamu” kepada adik mentor dan gantilah dengan panggilan yang paling ia senangi. Kesan yang berbekas dari kegiatan menghafal nama ini akan bertumbuh menjadi perasaan simpatik, berkembang menjadi perasaan salut, dan berbunga cinta. Ketika bertemu di jalan, menyapa dan menanyakan kabar gunakan terus panggilan yang amat sangat disukai adik mentor. Niscaya adik mentorpun akan senantiasa mengingat antum dalam hatinya. Janganlah kaget kalau suatu saat perasaan itu berkembang menjadi sebuah bentuk perhatian dan itsar–mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan dirinya sendiri. Percaya deh.

YUK, KURANGI KEMISKINAN DENGAN ZAKAT!

Teman-teman sudah tahu kan apa itu zakat?. Yap, zakat yang secara harfiah berarti tumbuh, berkembang mensucikan atau membersihkan merupakan salah satu dari lima rukun islam yaitu rukun islam ketiga. Sedangkan secara terminologi, zakat merupakan suatu kegiatan memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah tertentu, untuk orang tertentu sebagaimana telah ditentukan.

Zakat dibedakan menjadi dua yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan seseorang ketika memasuki bulan Ramadhan sampai sebelum sholat ied. Sedangkan zakat mal adalah zakat yang wajib dikeluarkan dari hasil kekayan dimana telah ditentukan perhitungannya dalam islam.

Menjadi kaya adalah impian bagi setiap orang. Siapa sih yang tidak ingin memiliki banyak uang, mobil dan rumah mewah?. Kalian semua pasti menginginkan hal itu. Namun dari sekian banyak harta tersebut terdapat sebagian yang kotor alias harta yang bukan hak kalian. Dalam islam, harta dibedakan menjadi dua yaitu harta bersih dan harta kotor. Harta bersih adalah harta yang dimiliki oleh orang dimana jumlah harta yang dimiliki kurang dari 90 gram emas atau senilai dengan Rp. 45.000.000 pertahunnya. Sedangkan harta kotor merupakan 2,5% dari harta seseorang atau satu keluarga yang jumlah pertahunnya mencapai lebih dari 90 gram emas. Harta kotor inilah yang wajib dikeluarkan seseorang untuk berzakat.

Kenapa harus berzakat?. Kita umat muslim diwajibkan untuk berzakat bukan hanya semata-mata perintah dari Allah, melainkan ada suatu hal yang sangat berarti bagi hidup kita dengan adanya zakat. Bagaimana tidak?, zakat membersihkan kita dari harta yang kotor agar Allah senantiasa melimpahkan rizkinya secara terus-menerus. Sebagaimana dalam Al-Quran telah disebutkan bahwa akan dibalas 10 kali lipat bagi umat muslim yang mengeluarkan hartanya untuk orang lain. Tapi jangan pernah berfikir jika Allah akan melipat gandakan dalam bentuk uang tunai. Harta kita akan dilipat gandakan dalam berbagai bentuk bisa uang, kesehatan ataupun keluarga yang sakinah.
Selain bermanfaat bagi diri sendiri, zakat juga bermanfaat bagi orang lain yang dizakati. Namun jika mengeluarkan zakat jangan sampai salah sasaran. Yang dimaksud salah sasaran adalah memberi zakat pada banyak orang yang alhasil akan mubadzir. Setiap orang akan mendapatkan nominal yang cukup sedikit. Misal kita memiliki harta Rp. 1.000.000.000 maka wajib zakat sebesar Rp. 25.000.000 dan akan dibagikan kepada 100 orang, jadi tiap orangnya mendapat uang sebesar Rp. 250.000. Hal ini pastinya akan keluar dari arti zakat mal untuk merubah hidup seseorang bahwasannya uang sebesar itu akan habis 2-3 hari. Lalu bagaimana yang benar?

Hal yang harus selalu kita ingat, zakat mal bertujuan untuk merubah hidup seseorang. Maka yang harus kita lakukan adalah memberi sebagian harta kepada satu orang saja. Apabila Rp. 25.000.000 diberikan kepada satu orang, kita harus membimbingnya berwirausaha agar kehidupan orang tersebut berubah. Jika kita dapat merubah orang miskin menjadi kaya pastinya rasa puas dan arti hidup dapat kita nikmati. Dalam setahun kita dapat merubah satu orang, dalam 10 tahun kedepan kita akan merubah 10 orang. Belum lagi keluarga dari orang-orang yang kita ubah akan menceritakan jasa-jasa kita pada anak cucunya hingga mereka selalu mendoakan walaupun kita sudah tiada.


Selain bahagia dunia akhirat tentunya juga kita berjasa dalam mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Coba renungkan, untuk apa Islam mewajibkan manusia untuk berzakat?. Seharusnya sebagai umat Islam, kita tidak lagi mengeluh tentang kemiskinan karena Allah telah memberikan solusinya. Semua itu kembali pada diri kita masing-masing apakah sudah benar kita beribadah?, apakah sudah tepat sasaran kita berzakat?. Jadi sobat muslim yang dirahmati Allah, marilah kita yang diberikan rizqi lebih oleh Allah untuk selalu membantu para saudara-saudara muslim dalam tanda kutip kurang mampu. Untuk apa Allah memberi kita harta yang lebih jika tidak untuk membantu saudara-saudara kita?. 

Kesaksian 2 tetes air mata

Alkisah Ahmad bin Miskin hidup dengan istri dan anaknya yang masih kecil. Kesusahan menderanya terus-
menerus. Tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Suatu malam, setelah seharian tak secuil makanan masuk kedalam perutnya, hatinya gelisah dan tak dapat tidur. Hatinya perih seperti perutnya yang keroncongan. Seperti prajurit yang kalah perang, ia lesu, lemah-lunglai, dan tak ada harapan. Anaknya menangis seharian, karena tak ada air susu dari istrinya yang lapar. Sungguh kefakiran ini membuatnya sangat menderita. Timbul pemikiran darinya untuk menjual rumah yang ditempatinya.

Esok harinya, usai shalat shubuh berjamaah dan berdoa, ia menemui sahabatnya Abdullah as-sayyad. “Wahai Abdullah! Bisakah kau pinjamkan aku beberapa dirham untuk keperluan hari ini. Aku bermaskud menjual rumahku. Nanti setelah laku akan kuganti,” kata Ahmad.

“Wahai Ahmad. . . ambillah bungkusan ini untuk keluargamu dan pulanglah! Nanti aku akan menyusul kerumahmu membawakan semua kebutuhanmu itu,” jawab Abdullah cepat. Maka Ahmad pun pulang kerumah sambil terus merenung untuk menjual rumahnya. Sungguh sakit kalau harus menjual rumah satu-satunya, sekadar untuk makan. “Setelah itu, saya akan tinggal dimana,” renung Ahmad.

Ahmad segera memantapkan langkahnya. Kini ia membawa bungkusan makanan untuk keluarganya. Tentu istrinya akan gembira dan anaknya akan tertawa lucu setelah memperoleh air susu. “ Terasa nikmat roti yang dibungkus ini tentunya. Sahabat Abdullah memang sangat dermawan, sahabat sejatiku,” desah Ahmad.

Belum sampai setengah perjalanan, tiba-tiba seorang wanita dengan bayi dalam gendongan menatap iba. “Tuan, berilah kami makanan. Sudah beberapa hari ini kami belum makan. Anak ini anak yatim yang kelaparan, tolonglah. Semoga Allah swt. Merahmati tuan,” ratap ibu itu.

Iba rasa hati Ahmad. Ditatapnya bayi yang digendong wanita itu. Tampak wajah yang layu, pucat kelaparan. Wajah yang mengharap belas kasihan. Sungguh melas, tak sanggup Ahmad memandangnya lama-lama. Dibandingkan keluargaku, mungkin ibu dan anak ini lebih membutuhkan. “Biarlah aku akan mencari makanan lain untuk keluargaku,” Ahmad membatin. “Ini ambillah bu. . . aku tak punya yang lain, semoga dapat meringankan bebanmu. Kalau saja aku punya yang lain mungkin aku akan membantumu lebih banyak,” kata Ahmad sambil menyerahkan bungkusan yang sama sekali belum disentuhnya.

Dua tetes air mata jatuh dari mata sang ibu, “Terima kasih. . .terima kasih tuan. Sungguh tuan telah menolong kami dan semoga Allah membalas budi baik tuan dengan balasan yang besar,” si ibu berterima kasih dan menunduk hormat. Maka Ahmad pun meneruskan perjalanan.

Ia beristirahat bersandar di batang pohon sambil merenungi nasibnya. Namun, ia kembali ingat bahwa sahabatnya Abdullah telah berjanji akan datang membawakan keperluannya. Dan Abdullah tak pernah ingkar janji sekalipun. Maka bergegas ia pulang dengan perasaan harap-harap cemas. Di tengah jalan dia berpapasan dengan sahabat baiknya Abdullah.

“Wahai Ahmad kemana saja engkau,” tegur Abdullah tersengal-sengal. “Aku mencarimu kesan-kemari. Aku datang kerumahmu membawakan keperluanmu yang aku janjikan. Namun, ditengah perjalanan aku bertemu dengan saudagar dengan beberapa onta bermuatan penuh. Dia ingin bertemu ayahmu. Dia bilang ayahmu pernah memberi pinjaman 30 tahun yang lalu. Setelah jatuh bangun berdagang, sekarang ia telah menjadi saudagar besar di Bashrah. Kini ia akan mengembalikan uang pinjamannya, keuntungan serta hadiah-hadiah,” jelas Abdullah. “Sekarang segera pulanglah Ahmad! Harta yang banyak menunggumu. Tak perlu kau jual rumah lagi,” kata Abdullah.

Kaget bukan kepalang Ahmad mendengar perkataan sahabatnya Abdullah. Sungguh ia tak percaya dengan perkataannya itu.

“Benarkah Abdulah, benarkah?” tanya Ahmad ragu-ragu. Maka, ia berlari seperti terbang, pulang kerumahnya. Sejak itulah Ahmad menjadi orang kaya raya di kotanya.

Ahmad gemar berbuat kebajikan, apalagi kepada sahabatnya Abdullah. Pada suatu malam ia bermimpi. Sepertinya saat itu amalannya dihisab oleh para malaikat. Maka pertama-tama, dosa dan kesalahannya ditimbang. Wajahnya pucat. Berapa berat dosa yang dimilikinya. “Apakah amal kebaikan yang dilakukan dapat melebihi dosa-dosa itu?” Ahmad membatin.

Perlahan-lahan amal kebaikannya ditimbang. Pahala berderma dengan lima ribu dirham hanya ringan-ringan saja. Kata malaikat karena harus dipotong oleh kesombongan dan riya. Demikian seterusnya. Ternyata seluruh amalannya tetap tak bisa mengimbangi beratnya dosa yang ia lakukan. Ahmad menangis.

Para malaikat bertanya, “Masih adakah amal yang belum ditimbang?” “Masih ada,” kata malaikat yang lain. “Masih ada, yakni dua amalan baik lagi.”

Ternyata salah satunya adalah roti yang diberikannya kepada anak yatim dan ibunya. Makin pucatlah wajah Ahmad. “Mana mungkin amalan itu dapat menyeimbangkan dosa-dosanya yang berat,” keluhnya. Malaikat pun sibuk menimbang roti itu. Namun, ketika ditimbang, ternyata timbangan langsung terangkat. Betapa beratnya bobot amalan itu. Kini timbangan ahmad tetap seimbang. Wajahnya sedikti tenang. Ia gembira, sungguh diluar dugaannya.

“namun amalan apalagi yang tersisa? Karena ini masih seimbang,” katanya dalam hati.

Maka malaikat pun mendatangkan dua tetes air mata syukur dan terharu ibu anak yatim atas pertolongan Ahmad. Ahmad tak menyangka kalau tetesan air mata ibu anak yatim dinilai dengan pahala untuknya. Ia bersyukur. Para malaikat pun menimbang tetes air mata. Namun, tiba-tiba dua tetes air mata itu berubah menjadi air bah bergelombang dan meluas bak lautan. Lalu dari dalamnya muncul ikan besar. Kemudian malaikat menangkap dan menimbang ikan itu yang disetarakan dengan amalan baik Ahmad.

Ketika ikan menyentuh timbangan, meka seperti bobot yang sangat berat, timbangan pun segera condong kearah kebaikan. “Dia selamat, dia selamat,” terdengar teriakan malaikat. Gembiralah hati Ahmad.

“Sekiranya aku mementingkan diri dan keluarga sendiri, maka tak adalah berat roti dan ikan itu,” Ahmad termenung gembira. Anak yatim dan ibunya itu yang telah menyelamatkan dirinya. Pada saat itu Ahmad terbangun dari mimpi.

Saudara-saudariku, sungguh amal yang ikhlas di tengah kesempitan, bernilai tinggi di mata Allah swt.

Semoga kisah tersebut dapat membawa hikmah bagi kita semua, aamiin…

Diposkan oleh 20th Century Al Ghumayd

Kisah Segelas Susu

Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang berjualan dari rumah ke rumah untuk membiayai sekolahnya merasa sangat lapar tapi hanya mempunyai uang satu sen. Anak itu memutuskan mengetuk pintu sebuah rumah
untuk meminta makanan. Namun keberaniannya lenyap saat pintu dibuka oleh seorang gadis cantik. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya
meminta segelas air. Gadis itu melihat bahwa si anak kecil itu tampak kelaparan, karena anak itu minta air, gadis itu ingin menghargai sehingga tidak mau menyakiti hati si anak dengan memberi makan. Kemudian Ia membawakannya segelas besar yang berisi air susu. Anak itu pun meminumnya perlahan-lahan.
“Berapa harus kubayar segelas susu ini?” kata anak itu.
“Kau tidak harus membayar apa-apa” jawab si gadis. “Ibu melarangku menerima pembayaran atas kebaikan yang kulakukan.”
“Bila demikian, ku ucapkan terima kasih banyak dari lubuk hatiku.”
 Anak itu meminta izin untuk meninggalkan rumah tersebut setelah berterima kasih.
Ia tidak saja lebih kuat badannya, tapi keyakinannya kepada Allah dan kepercayaannya kepada sesama manusia menjadi semakin mantap. Sebelumnya ia telah merasa putus asa dan hendak menyerah pada nasib.

Beberapa tahun kemudian. . .
 gadis yang menolong anak itu menderita sakit parah. Para dokter setempat kebingungan sewaktu mendiagnosa penyakitnya. Kemudian mereka mengirimnya ke kota besar dan mengundang beberapa dokter ahli untuk mempelajari penyakit langka si pasien. Dokter Howard Kelly akhirnya dipanggil ke ruang konsultasi untuk dimintai pendapat.
Ketika mendengar nama kota asal si pasien, terlihat pancaran aneh di mata Dokter Kelly.
Ia segera bangkit lalu berjalan di lorong rumah sakit dengan berpakaian dokter untuk menemui si pasien. Dokter Kelly segera mengenali wanita sakit itu. Ia lalu kembali ke ruang konsultasi dengan tekad untuk menyelamatkan nyawanya.
Sejak hari itu Dokter Kelly memberikan perhatian khusus pada kasus si pasien. Setelah dirawat cukup lama, akhirnya si pasien bisa disembuhkan. Dokter Kelly meminta kepada bagian keuangan agar tagihan rumah sakit diajukan kepadanya dahulu untuk disetujui sebelum diserahkan kepada si pasien.
Nota tagihan pun kemudian dikirimkan ke kantor Dokter Kelly. Ia mengamati sejenak lalu menuliskan sesuatu di pinggirnya. Tagihan itu kemudian dikirimkan ke kamar pasien.
Si pasien takut membuka amplop nota tagihan karena yakin bahwa untuk dapat melunasinya ia harus menghabiskan sisa umurnya.
Akhirnya, tagihan itu dibuka dan pandangannya segera tertuju pada tulisan di pinggir tagihan itu :
Telah dibayar lunas dengan segelas susu
Tertanda
DR. Howard Kelly

Air mata bahagia membanjiri mata si pasien. Ia berkata dalam hati,“Terima kasih Alloh, cinta-Mu telah tersebar luas lewat hati dan tangan manusia.”
Semoga kita bisa mengambil Hikmah dari kisah di atas
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda note ini bermanfaat

Sumber Buku :Hikmah dari Seberang oleh Drs. Abu Abdillah Al-Husainy


Semangat dakwah Mengundang datangnya hidayah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimvLMnByuWu5rtHl62JAOc6uhtoQRKMqUphTsFEd9lI_GkI67mMqDDs1CJN-e40f1XMbkE5QUxnKFPyfwxb1HqFKAE_FgqNAOAck6e_qsdQhQF_COM0p1ew0RzJWDUZxsriH3YCMVJ3gs/s1600/jalan-surga-neraka8.jpg Ada kisah menarik tentang semangat dakwah, yang di ceritakan dalam salah satu rubrik dakwah majalah ar-risalah bulan mei 2012 ini. Sebuah kisah inspiratif terjadi di Amsterdam atau lebih dikenal dengan “BELANDA”.
            Menjadi kebiasaan dihari jum’at, seorang imam masjid dan anaknya berumur 11 tahun membagi brosur di jalan-jalan dan keramaian, sebuah brosur dakwah yang berjudul "Thariiqun ilal jannah”.
 
Tapi kali ini, suasana sangat dingin ditambah rintik air hujan yang membuat orang benar-benar malas untuk keluar rumah. Si anak telah siap memakai pakaian tebal dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara, lalu ia berkata kepada sang ayah,
“Saya sudah siap, Ayah !”
“Siap untuk apa, Nak?”
“Ayah, bukankah ini waktunya kita menyebarkan brosur ‘jalan menujuh jannah’?”
“Udara diluar sangat dingin, apalagi gerimis.”
“Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” “Saya tidak tahan dengan suasana dingin diluar.”
“Ayah, jika diizinkan, saya ingin menyebarkan brosur ini sendirian.”
Sang ayah diam sejenak lalu berkata, “Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada.”
            Anak itupun keluar ke jalan kota untuk membagi brosur kepada orang yang dijumpainya, juga dari pintu ke pintu. Dua jam berjalan, dan brosur hanya tersisa sedikit saja. Jalan sepi dan tak ada orang yang dijumpainya lagi dijalanan. Ia pun mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah, namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, tetap tidak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun seakan ada suatu rasa yang menghalaginya. Untuk kesekian kali ia kembali memencet bel, dan ia ketuk dengan lebih keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga pintu terbuka pelan. Dan seorang wanita tua dengan raut wajah yang menandakan kesedihan yang dalam. Wanita itu berkata, “Apa yang bisa dibantu wahai anakku?”.
            Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata, “Nek, mohon maaf jika saya mengganggu anda, saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda, dan saya membawa brosur untuk anda yang menjelaskan bagaimana anda mengenal Allah, apa yang seharusnya dilakukan manusia dan bagaimana cara memperolah ridho-Nya.”
            Anak itu menyerahkan brosurnya, dan sebelum ia pergi wanita itu sempat berkata, “Terimahkasih, Nak.”
Sepekan kemudian
            Usai shalat jum’at, seperti biasa imam masjid berdiri dan menyampaikan sedikit tausiyah, lalu berkata, “Adakah di antara hadirin yang ingin bertanya, atau ingin mengutarakan sesuatu ?”
            Dibarisan belakang, terdegar seorang wanita tua berkata,
            “Tak ada diantara hadirin ini yang mengenaliku, dan baru kali ini saya datang ketempat ini. Sebelum jum’at yang lalu saya belum menjadi seorang wanita muslimah, dan tidak berfikir untuk menjadi seperti ini sebelumnya. Sekitar sebulan lalu suamiku meniggal, padahal ia satu-satunya orang yang aku miliki di dunia ini. Hari jum’at yang lalu, saat udara sangat dingin dan di iringi gerimis, saya kalap, karena tak tersisah lagi harapanku untuk hidup. Maka saya mengmbil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas di rumahku. Saya ikat satu ujung tali di kayu atap. Saya berdiri dikursi, lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya ke leher, saya memutuskan untuk bunuh diri.
            Tapi tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah dilantai bawah. Saya menuggu sesaat dan tidak menjawab, “paling sebentar lagi pergi,” batinku.
            Tapi ternyata bel berdering lagi, dan kuperhatikan ketukan pintu yang semakin keras terdengar. Lalu saya melepaskan tali yang melingkar di leher, dan turun untuk sekedar melihat siapa yang mengetuk pintu.
            Saat kubuka pintu, kulihat seorang bocah berwajah ceria, dengan senyuman laksana seorang malaikat kecil dan aku belum pernah melihat anak seperti itu. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat menyentuh sanubariku, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda”. Kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul, “jalan menuju jannah.”
            Akupun segera menutup pintu, aku mulai membaca isi brosur itu. Setelah membacanya, aku naik kelantai atas, melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya telah mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya.
            Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia, karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada ilah yang haq selain Dia.
            Dan karena alamat markaz dakwah yang tertera di brosur itu, maka saya datang kesini sendirian untuk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterimah kasih kepada kalian, khususnya “malaikat” kecil yang telah mendatangiku pada waktu yang sangat tepat. Mudah-mudahan itu menjadi sebab saya selamat dari kesengsaraan menuju kebahagiaan jannah yang abadi.
            Mengalirlah air mata para jama’ah yang hadir di masjid, gemuruh takbir, Allahu akbar. Menggema diruangan. Sementara sang imam turun dari mimbarnya, menuju shaf paling depan, tempat dimana puteranya yang tak lain adalah “malaikat” kecil itu duduk. Sang ayah mendekap dan menciumi anaknya diiring tangisan haru. Allahu akbar!”.
            Lihatlah bagaimana antusias anak kecil itu tatkala berdakwah, hingga dia mengatakan “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” ia tidak bisa membiarkan manusia berjalan menuju neraka. Ia ingin kiranya bisa mencegah mereka, lalu membimbingnya menuju jalan ke jannah.
            Lihatlah pula bagaimana ia berdakwah, menunjukkan wajah ceria dan memberikan kabar gembira, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda.” Siapa yang tidak terenyuh hati mendegarkan kata-katanya?.
            Berdakwah dengan apa yang ia mampu, juga patut dijadikan teladan. Bisa jadi, tanpa kita sadari, cara dakwah sederhana yan kita lakukan ternyata berdampak luar biasa. Menjadi sebab datangnya hidayah untuk seseorang. Padahal, satu orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab dakwah kita, itu lebih baik bagi kita daripada mendapat onta merah. Wallahu a’lam bishawab.
Alif jumai rajab (Abu Ukasyah), 05 mei 2012.

Copyright @ 2013 Rohis Al Izzah

Template by Templateism