Ikan yang Menelan Nabi Yunus Ketakutan

Kisah Isamiah sore dengan Kisah Qur'ani.
Kisah Nabi yang telah dimakan oleh seekor ikan, dimana ikan tersebut sangat ketakutan karena begitu kerasnya dia mendengar tasbih yang diucapkan oleh seorang kekasih Allah SWT.


Kisahnya.
Nabi Yunus as pernah mengalami putus as karena dakwahnya yang terus menerus bahkan bertahun-tahun itu ditolak oleh warga Ninawa. Ia akhirnya naik kapal laut dan dimakan seekor ikan yang bernama ikan Nun (mirip ikan Paus besar).

Di dalam perut ikan itu Nabi Yunus as bertobat.
Peristiwa tobatnya Nabi Yunus terjadi pada bulan Muharam atau tepatnya tanggal 10 Muharam.

Dalam menyampaikan dakwahnya, Nabi Yunus as membimbing kaumnya untuk berbuat kebaikan serta menakutinya dengan kedahsyatan api neraka. Namun, hidayah Allah SWT belum turun kepada kaumnya sehingga tak ada seorang pun penduduk Ninawa yang beriman melainkan hanya sedikit saja.

Nabi Yunus as mulai merasakan keputusasaan dari kaumnya.
Hatinya dipenuhi dengan kemarahan pada kaum Ninawa yang tidak beriman. Kemudian Nabi Yunus as memutuskan untuk keluar dari negeri tersebut.

Nabi Yunus as lantas pergi ke tepi laut.
Saat itulah beliau seakan-akan lupa bahwa tugas seorang Nabi adalah untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Lalu Nabi Yunus as pun menaiki sebuah kapal. Ia tidak menyadari bahwa ia lari dari ketentuan Allah SWT menuju ketentuan Allah SWT yang lain.

Perahu pun berjalan dengan tenangnya pada siang hari.
Namun, pada malam harinya, kondisi alam tiba-tiba berubah menjadi kejam. Angin bertiup sangat kencang dan akhirnya ombak pun menghantam kapal dengan kerasnya.

Dalam keadaan serba panik tersebut, tiba-tiba saja ada seekor ikan besar (ikan Nun, mirip Paus) muncul ke permukaan sehingga seluruh penumpang ingin menceburkan diri ke laut.
"Lompatlah wahai musafir yang misterisu," teriak salah seorang penumpang kepada Nabi Yunus as.

Namun Nabi Yunus as tetap saja berdiri di tempatnya sembari menjaga keseimbangan agar tidak jatuh ke laut. Namun, karena tiupan angin yang makin kencang, beliaupun tak kuasa menahan hingga jatuh ke laut.

Di permukaan laut yang luas itu, tubuh Nabi Yunus as mengambang, lalu mendekatlah seekor ikan Nun raksasa yang melahap tubuh Nabi yunus as. Kemudian ikan itu kembali lagi ke dasar laut.



Ikan dan Tumbuhan ikut Bertasbih.
Nabi Yunus as sangat terkejut karena mendapati dirinya dalam perut sebuah ikan. Dalam keadaan itulah Nabi Yunus as bertobat. Beliau mengucap banyak kalimat tasbih kepada Allah SWT.
Beliau tak henti-hentinya menangis, tidak makan, tidak minum dan tidak bergerak.

Ikan-ikan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di dasar laut mendengar tasbih Nabi Yunus as, kemudian semua makhluk laut pun berkumpul di sekitar ikan Nun sambil mengucapkan tasbih seperti kalimat tasbih Nabi Yunus as ucapkan.

Tobat Nabi Yunus as diterima Allah SWT.
Ikan yang memakan Nabi Ynus as tersentak kaget karena begitu banyaknya ikan dan tumbuhan yang mengucapkan tasbih di dekatnya.
Ikan tersebut ketakutan, hingga dia baru sadar bahwa dirinya telah memakan seorang kekasih Allah SWT. Mendengar tasbih yang merdu itu, ikan Nun pun ikut-ikutan bertasbih. 

Ikan Nun sangat ketakutan, namun dalam dirinya dia berkata,
"Mengapa saya harus takut, bukankah yang memerintahkan adalah Allah SWT?"
"Tapi yang aku telan adalah kekasih-Nya, bagaimana ini?"
Dalam keadaan bimbang, ikan Nun makin mengeraskan suara tasbihnya hingga dasar laut menjadi hiruk pikuk.

Kalimat Tasbih Nabi Yunus as adalah sebagai berikut:
"Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah Yang Maha Suci. Sesungguhnya saya termasuk orang yang menganiaya diri sendiri."

Allah SWT telah melihat ketulusan tobat Nabi Yunus as. Allah SWT menurunkan perintah kepada ikan Nun agar emngelurkan Nabi Ynus as ke permukaan laut dan membuangnya di suatu pulau yang ditentukan oleh Allah SWT.

Ikan Nun pun mentaati perintah Allah SWT.
Tubuh Nabi Ynus as kemudian dimuntahkan dan beliau terhempas ke daratan dalam keadaan kurus kering. Namun, atas izin Allah SWT, tubuh Nabi Yunus as bisa kembali sehat dan bugar.

Demikianlah kisah bertasbihnya Nabi Ynus as sehingga selamat dari ikan Paus.
Kisah ini ditegaskan dalam Al Qur'an Surat Ash-Shaaffat ayat 139-145.

وَإِنَّ يُونُسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ 
إِذْ أَبَقَ إِلَى الْفُلْكِ الْمَشْحُونِ 
فَسَاهَمَ فَكَانَ مِنَ الْمُدْحَضِينَ 
فَالْتَقَمَهُ الْحُوتُ وَهُوَ مُلِيمٌ 
فَلَوْلا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ 
لَلَبِثَ فِي بَطْنِهِ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ 
فَنَبَذْنَاهُ بِالْعَرَاءِ وَهُوَ سَقِيمٌ 

Artinya:
139. Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul,
140. (ingatlah) ketika ia lari[1288], ke kapal yang penuh muatan,
141. kemudian ia ikut berundi[1289] lalu Dia Termasuk orang-orang yang kalah dalam undian.
142. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam Keadaan tercela[1290].
143. Maka kalau Sekiranya Dia tidak Termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah,
144. niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.
145. kemudian Kami lemparkan Dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam Keadaan sakit.

Keterangan:
[1288] Yang dimaksud dengan lari di sini ialah pergi meninggalkan kewajiban.
[1289] Undian itu diadakan karena muatan kapal itu sangat penuh. kalau tidak dikurangi mungkin akan tenggelam. oleh sebab itu diadakan undian. siapa yang kalah dalam undian itu dilemparkan kelaut. Yunus a.s. Termasuk orang-orang yang kalah dalam undian tersebut sehingga ia dilemparkan ke laut.
[1290] Sebab Yunus tercela ialah karena Dia lari meninggalkan kaumnya.

Pedihnya Sakaratul Maut


Kali ini akan diceritakan tentang cerita betapa sakitnya saat sakaratul maut , saat menjelang ajal, saat tercabutnya roh dari jasad manusia. Adalah Nabi Idris yang pernah menyampaikan hal ini dan diwariskan beritanya. Dengan izin Allah SWT, akhirnya Nabi Idris dapat merasakan betapa sakitnya sakaratul maut. Ia mengibaratkan sakitnya kayak hewan yang dikuliti hidup-hidup. Nabi Idris as Suatu ketika Nabi Idris telah dikunjungi oleh Malaikat Izrail. Kemudian Beliau bertanya,"Hai Malaikat Izrail, kedatanganmu ini untuk mencabut nyawa atau berkunjung." Lalu Malaikat Izrail menjawab bahwa kedatangannya itu untuk berkunjung dengan izin Allah.

Setelah mendengar jawaban Malaikat Izrail, Nabi Idris mengatakan, "Hai Malaikat Izrail, saya ada keperluan denganmu." "Kepentingan apa itu?" kata Malaikat Izrail. Setelah sejenak menghela napas, Nadi Idris pun menjawab, "kepentinganku denganmu adalah supaya engkau mencabut nyawaku dan kemudian Allah menghidupkan kembali agar aku dapat lebih giat beribadah kepada Allah setelah aku merasakan sakaratul maut. " Malaikat Izrail keheranan mendengar permintaan Nabi Idris. Tapi Allah memberi wahyu kepada Malaikat Izrail agar dia mencabut nyawa Nabi Idris. Seketika itu juga Malaikat Izrail mencabut nyawa Nabi Idris asPedihnya Sakaratul Maut. Setelah menjalankan tugasnya itu Malaikat Izrail menangis atas kematian Nabi Idris sambil memohon kepada Allah untuk menghidupkan kembali Nabi Idris asKemudian Allah mengabulkan permohonan Malaikat Izrail, maka Nabi Idris pun hidup kembali.Malaikat Izrail bertanya kepada Nabi Idris as "Hai Saudaraku, bagaimana rasanya sakaratul maut itu? " Nabi Idris as menjawab, "Sesungguhnya rasa sakaratulmaut itu saya umpamakan binatang yang hidup dilepas kulitnya dalam kondisi hidup-hidup dan begitulah rasanya sakaratul maut bahkan lebih seribu kali sakit." Kata Malaikat Maut, "Secara halus dan berhati-hati aku mencabut nyawa yang seperti itu selama-lamanya. " Itulah sahabatku sekelumit kisah tentang pedihnya sakaratul maut. Seorang Nabi pun juga merasakan hal yang sama dan terasa sangat pedih kala nyawa terlepas dari badan. semogo sedikit kisah di atas bisa sebagai pelajaran dan renungan untuk kita semua agar selalu meningkatkan bekal sebelum nyawa terlepas. Amii.

sholat jumat pada hari raya


assalamualaikum wr.wb

Alhamdulillah saya bisa posting lagi karena ada kendala maaf sebelumnya.pada kali ini saya ingin membahas tentang sholat jumat pada hari raya Dan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama telah menetapkan bahwa Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Jumat nanti, 26 Oktober 2012. Tidak ada perbedaan yang muncul dalam Sidang Isbat Penentuan awal Dzulhijjah 1433 H sehingga bisa dipastikan kita ummat muslim di Indonesia akan merayakannya bersama-sama di hari Jum’at.

Namun ada sebuah persoalan yang selalu menjadi materi pertanyaan dan pembicaraan ketika hari raya jatuh pada hari Jum’at, apakah shalat Jum’at masih dihukumi wajib?

Sebetulnya tidak ada pembahasan khusus terkait hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, yang jatuh pada hari Jum’at. Hari raya adalah satu hal, dan hari Jum’at adalah hal lain. Akan tetapi ketika kita membicarakan seorang yang rumahnya sangat jauh dari masjid, apakah ia harus kembali lagi untuk menunaikan shalat Jum’at setelah di pagi harinya ia telah menunaikan shalat hari raya?

Seperti di zaman awal Islam, ada sahabat yang jarak rumahnya dengan Madinah sejauh 4 km, bahkan lebih dari itu, dan harus ditempuh melewati padang pasir dan ditempuh dengan jalan kaki. Apakah ia harus kembali lagi ke Madinah tanpa kendaraan untuk menunaikan shalat Jum’at? Kalaulah ia harus kembali menempuh perjalanan dari rumah ke masjid dan sebaliknya, sungguh melelahkan. Pertanyaan berikutnya apakah Islam tidak memberikan solusi?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada tiga pendapat di kalangan ulama madzhab empat.

Pertama, pendapat madzhab al-Syafi’i yang mengatakan, bahwa ketika hari raya jatuh pada hari Jum’at, maka penduduk kampung yang mendengar panggilan shalat id boleh pulang dan meninggalkan shalat Jum’at. Kebolehan meninggalkan shalat Jum’at tersebut berlaku, ketika mereka mengikuti shalat hari raya, dan seandainya mereka pulang ke rumah mereka, maka mereka tidak akan dapat mengikuti shalat Jum’at. Kebolehan meninggalkan shalat Jum’at bagi mereka semata-mata karena rukhshah, keringanan dan dispensasi. Oleh karena itu, ketika penduduk desa itu tidak menghadiri shalat id, maka mereka jelas wajib menghadiri shalat Jum’at. Disamping itu, kebolehan penduduk desa itu meninggalkan shalat Jum’at, disyaratkan pulang dari shalat id itu sebelum masuk waktunya Jum’at, yaitu waktu zhuhur. Demikian pendapat golongan Syafi’iyah.

Kasus di Madinah di awal Islam itu bisa dijadikan alasan, tetapi apakah kita di Indonesia benar-benar mengalami nasib seperti itu?

Hal seperti itu hanya di wilayah yg padanya hanya ada satu masjid, sebagaimana masa lalu muslimin berdatangan dari wilayah perkampungan dan wilayah jauh, maka mereka melakukan shalat ied saja, dan jika harus kembali lagi untuk jumat maka akan sangat melelahkan, maka diudzurkan jumat dihari itu.

Beda dimasa kini yang masjid sudah ada dimana mana, maka tak ada udzur untuk meninggalkan jumat. Bagi kaum Muslimin di Indonesia yang mayoritas NU, hampir di setiap dusun ada masjid, rata-rata kurang dari 1 km dan tidak melewati padang pasir.

Mengenai udzur tsb adalah hadits riwayat Musnad Ahmad dan Ibn Khuzaimah bahwa Rasul saw menjelaskan jika hal ini terjadi maka Rasul saw memberi izin rukhsah/kemudahan untuk tidak melakukan jumat, dan barangsiapa yg ingin melakukan keduanya maka lakukanlah keduanya” (Shahih Ibn Khuzaimah)

Dan diperjelas pada riwayat shahih bahwa Nu’man bi Basyir ra berkata : “Rasul saw membaca surat sabbihisma rabbikal a’la dan Hal ataaka pada shalat jumat dan Ied, dan jika bersatu Ied dan Jumat pada satu hari maka membaca dua surat itu pada keduanya” (Shahih Muslim Bab Maa yaqra’ filjum’ah, Shahih Ibn Khuzaimah, Shahih Ibn Hibban, Musnad Ahmad, dan banyak lagi).

Kedua, pendapat madzhab Hanafi dan Maliki. Menurut kedua madzhab ini, apabila hari raya jatuh pada hari Jum’at, maka orang yang menghadiri shalat id tetap tidak dibolehkan meninggalkan shalat Jum’at. Al-Imam al-Dusuqi berkata, baik mereka yang menghadiri shalat id di kampungnya atau di luar daerahnya.

Ketiga, pendapat madzhab Hanabilah. Menurut madzhab Hanbali, apabila hari raya jatuh pada hari Jum’at, maka orang yang menghadiri shalat id dan melakukan shalat zhuhur, boleh meninggalkan shalat Jum’at, dalam artian shalat Jum’at gugur bagi orang tersebut. Menurut golongan Hanabilah, gugurnya shalat Jum’at itu hanyalah gugurnya menghadiri Jum’at, bukan gugurnya kewajiban Jum’at. Sehingga posisi orangyang menghadiri shalat id itu sama dengan orang-orang yang punya uzur seperti orang sakit, atau punya kesibukan yang membolehkan meninggalkan shalat Jum’at. Namun kewajiban shalat Jum’at tidak gugur bagi orang tersebut, dalam artian, orang itu dapat menjadi sebab sahnya shalat Jum’at dan sah menjadi imam Jum’at. Akan tetapi menurut golongan Hanabilah ini, menghadiri shalat Jum’at jelas lebih utama. Walahu a’lam. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 27, hal. 208).

Sumber:

- Ustadz Muh. Idrus Ramli, Islam Teduh dan Menyejukkan

- Habib Munzir Al-Musawa, www.majelisrasulullah.org

- KH Munawir Abdul Fattah, NU Online


penulis : ilham setiawan

Thariq bin Ziyad “Ksatria Penakluk Eropa”

Thariq bin Ziyad adalah putra suku Ash-Shadaf, Suku Barbar, penduduk asli daerah Al-Atlas, Afrika Utara. Ia lahir sekitar tahun 50 Hijriah. Ia ahli menunggang kuda, menggunakan senjata, dan ilmu bela diri.

Setelah Rasulullah saw. wafat, Islam menyebar dalam spektrum yang luas. Tiga benua Asia, Afrika, dan Eropa-pernah merasakan rahmat dan keadilan dalam naungan pemerintahan Islam. Tidak terkecuali Spanyol (Andalusia). Ini negeri di daratan Eropa yang pertama kali masuk dalam pelukan Islam di zaman Pemerintahan Kekhalifahan Bani Umaiyah.

Sebelumnya, sejak tahun 597 M, Spanyol dikuasai bangsa Gotic, Jerman. Raja Roderick yang berkuasa saat itu. Ia berkuasa dengan lalim. Ia membagi masyarakat Spanyol ke dalam lima kelas sosial. Kelas pertama adalah keluarga raja, bangsawan, orang-orang kaya, tuan tanah, dan para penguasa wilayah. Kelas kedua diduduki para pendeta. Kelas ketiga diisi para pegawai negara seperti pengawal, penjaga istana, dan pegawai kantor pemerintahan. Mereka hidup pas-pasan dan diperalat penguasa sebagai alat memeras rakyat.Kelas keempat adalah para petani, pedagang, dan kelompok masyarakat yang hidup cukup lainnya. Mereka dibebani pajak dan pungutan yang tinggi. Dan kelas kelima adalah para buruh tani, serdadu rendahan, pelayan, dan budak. Mereka paling sengsara hidupnya.

Akibat klasifikasi sosial itu, rakyat Spanyol hidup menderita. Sebagian besar mereka hijrah ke Afrika Utara di bawah Pemerintahan Islam yang dipimpin Musa bin Nusair, mereka merasakan keadilan, kesamaan hak, keamanan, dan menikmati kemakmuran. Para imigran Spanyol itu kebanyakan beragama Yahudi dan Kristen. Bahkan, Gubernur Ceuta, bernama Julian, dan putrinya Florinda yang dinodai Roderick ikut mengungsi.

Melihat kezaliman itu, Musa bin Nusair berencana ingin membebaskan rakyat Spanyol sekaligus menyampaikan Islam ke negeri itu. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memberi izin. Musa segera mengirim Abu Zar’ah dengan 400 pasukan pejalan kaki dan 100 orang pasukan berkuda menyeberangi selat antara Afrika Utara dan daratan Eropa.

Kamis, 4 Ramadhan 91 Hijriah atau 2 April 710 Masehi, Abu Zar’ah meninggalkan Afrika Utara menggunakan 8 kapal dimana 4 buah adalah pemberian Gubernur Julian. Tanggal 25 Ramadhan 91 H atau 23 April 710 H, di malam hari pasukan ini mendarat di sebuah pulau kecil dekat Kota Tarife yang menjadi sasaran serangan pertama.Di petang harinya, pasukan ini berhasil menaklukan beberapa kota di sepanjang pantai tanpa perlawanan yang berarti. Padahal jumlah pasukan Abu Zar’ah kalah banyak. Setelah penaklukan ini, Abu Zar’ah pulang. Keberhasilan ekspedisi Abu Zar’ah ini membangkitkan semangat Musa bin Nusair untuk menaklukan seluruh Spanyol. Maka, ia memerintahkan Thariq bin Ziyad membawa pasukan untuk penaklukan yang kedua.

Senin, 3 Mei 711 M, Thariq membawa 7.000 pasukannya menyeberang ke daratan Eropa dengan kapal. Sesampai di pantai wilayah Spanyol, ia mengumpulkan pasukannya di sebuah bukit karang yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar diambil dari bahasa Arab “Jabal Thariq”, Bukit Thariq. Lalu ia memerintahkan pasukannya membakar semua armada kapal yang mereka miliki.

Pasukannya kaget. Mereka bertanya, “Apa maksud Anda?” “Kalau kapal-kapal itu dibakar, bagaimana nanti kita bisa pulang?” tanya yang lain.Dengan pedang terhunus dan kalimat tegas, Thariq berkata, “Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya memiliki dua pilihan: menaklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua gugur dengan syahid !”Kini pasukannya paham. Mereka menyambut panggilan jihad Panglima Perang mereka itu dengan semangat berkobar.

Lalu Thariq melanjutkan briefingnya. “Wahai seluruh pasukan, kalau sudah seperti ini ke mana lagi kalian akan lari? Di belakang kalian ada laut dan di depan kalian ada musuh. Demi Allah swt., satu-satunya milik kalian saat ini hanyalah kejujuran dan kesabaran. Hanya itu yang dapat kalian andalkan.Musuh dengan jumlah pasukan yang besar dan persenjataan yang lengkap telah siap menyongsong kalian. Sementara senjata kalian hanyalah pedang. Kalian akan terbantu jika kalian berhasil
merebut senjata dan perlengkapan musuh kalian. Karena itu, secepatnya kalian harus bisa melumpuhkan mereka. Sebab kalau tidak, kalian akan menemukan kesulitan besar. Itulah sebabnya kalian harus lebih dahulu menyerang mereka agar kekuatan mereka lumpuh. Dengan demikian semangat juang kita akan bangkit.Musuh kalian itu sudah bertekad bulat akan mempertahankan negeri mereka sampai titik darah penghabisan. Kenapa kita juga tidak bertekad bulat untuk menyerang mereka hingga mati syahid? Saya sama sekali tidak bermaksut menakut-nakuti kalian. Tetapi marilah kita galang rasa saling percaya di antara kita dan kita galang keberanian yang merupakan salah satu modal utama perjuangan kita.Kita harus bahu membahu. Sesungguhnya saya tahu kalian telah membulatkan tekad serta semangat sebagai pejuang-pejuang agama dan bangsa. Untuk itu kelak kalian akan menikmati kesenangan hidup, disamping itu kalian juga memperoleh balasan pahala yang agung dari Allah swt. Hal itu karena kalian telah mau menegakkan kalimat-Nya dan membela agama-Nya.Percayalah, sesungguhnya Allah swt. adalah penolong utama kalian.

Mendengar pasukan Thariq telah mendarat, Raja Roderick mempersiapkan 100.000 tentara dengan persenjataan lengkap. Ia memimpin langsung pasukannya itu. Musa bin Nusair mengirim bantuan kepada Thariq hanya dengan 5.000 orang. Sehingga total pasukan Thariq hanya 12.000 orang.

Ahad, 28 Ramadhan 92 H atau 19 Juli 711 M, kedua pasukan bertemu dan bertempur di muara Sungai Barbate. Pasukan muslimin yang kalah banyak terdesak. Julian dan beberapa orang anak buahnya menyusup ke kubu Roderick. Ia menyebarkan kabar bahwa pasukan muslimin datang bukan untuk menjajah, tetapi hanya untuk menghentikan kezaliman Roderick. Jika Roderick terbunuh, peperangan akan dihentikan.

Usaha Julian berhasil. Sebagian pasukan Roderick menarik diri dan meninggalkan medan pertempuran. Akibatnya barisan tentara Roderick kacau. Thariq memanfatkan situasi itu dan berhasil membunuh Roderick dengan tangannya sendiri. Mayat Roderick tengelam lalu hanyat dibawa arus Sungai Barbate.


Terbunuhnya Roderick mematahkan semangat pasukan Spanyol. Markas pertahanan mereka dengan mudah dikuasai. Keberhasilan ini disambut gembira Musa bin Nusair. Baginya ini adalah awal yang baik bagi penaklukan seluruh Spanyol dan negara-negara Eropa.

Setahun kemudian, Rabu, 16 Ramadhan 93 H, Musa bin Nusair bertolak membawa 10.000 pasukan menyusul Thariq. Dalam perjalanan ia berhasil menaklukkan Merida, Sionia, dan Sevilla. Sementara pasukan Thariq memabagi pasukannya untuk menaklukkan Cordova, Granada, dan Malaga. Ia sendiri membawa sebagian pasukannya menaklukkan Toledo, ibukota Spantol saat itu. Semua ditaklukkan tanpa perlawanan.

Pasukan Musa dan pasukan Thariq bertemu di Toledo. Keduanya bergabung untuk menaklukkan Ecija. Setelah itu mereka bergerak menuju wilayah Pyrenies, Perancis. Hanya dalam waktu 2 tahun, seluruh daratan Spanyol berhasil dikuasai. Beberapa tahun kemudian Portugis mereka taklukkan dan mereka ganti namanya dengan Al-Gharb (Barat).

Sungguh itu keberhasilan yang luar biasa. Musa bin Nusair dan Thariq bin Ziyad berencana membawa pasukannya terus ke utara untuk menaklukkan seluruh Eropa. Namun, niat itu tidak tereaslisasi karena Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memanggil mereka berdua pulang ke Damaskus. Thariq pulang terlebih dahulu sementara Musa bin Nusair menyusun pemerintahan baru di Spanyol.

Setelah bertemu Khalifah, Thariq bin Ziyad ditakdirkan Allah S.W.T tidak kembali ke Eropa. Ia sakit dan menghembuskan nafas. Thariq bin Ziyad telah menorehkan namanya di lembar sejarah sebagai putra asli Afrika Utara muslim yang menaklukkan daratan Eropa. Subahanallah banyak sekali hikmah yang dapat kita petik dari perjuangan Thariq bin Ziyad, seorang ksatria islam dengan kecerdasan strategi, keberanian serta atas izin Allah Eropa terutama semenanjung Andalusia bisa merasakan indahnya islam . Semoga Allah mengampuni semua dosanya dan menempatkanya di Surga Allah Amin.



Kesaksian 2 tetes air mata

Alkisah Ahmad bin Miskin hidup dengan istri dan anaknya yang masih kecil. Kesusahan menderanya terus-
menerus. Tak ada pekerjaan yang dilakukannya. Suatu malam, setelah seharian tak secuil makanan masuk kedalam perutnya, hatinya gelisah dan tak dapat tidur. Hatinya perih seperti perutnya yang keroncongan. Seperti prajurit yang kalah perang, ia lesu, lemah-lunglai, dan tak ada harapan. Anaknya menangis seharian, karena tak ada air susu dari istrinya yang lapar. Sungguh kefakiran ini membuatnya sangat menderita. Timbul pemikiran darinya untuk menjual rumah yang ditempatinya.

Esok harinya, usai shalat shubuh berjamaah dan berdoa, ia menemui sahabatnya Abdullah as-sayyad. “Wahai Abdullah! Bisakah kau pinjamkan aku beberapa dirham untuk keperluan hari ini. Aku bermaskud menjual rumahku. Nanti setelah laku akan kuganti,” kata Ahmad.

“Wahai Ahmad. . . ambillah bungkusan ini untuk keluargamu dan pulanglah! Nanti aku akan menyusul kerumahmu membawakan semua kebutuhanmu itu,” jawab Abdullah cepat. Maka Ahmad pun pulang kerumah sambil terus merenung untuk menjual rumahnya. Sungguh sakit kalau harus menjual rumah satu-satunya, sekadar untuk makan. “Setelah itu, saya akan tinggal dimana,” renung Ahmad.

Ahmad segera memantapkan langkahnya. Kini ia membawa bungkusan makanan untuk keluarganya. Tentu istrinya akan gembira dan anaknya akan tertawa lucu setelah memperoleh air susu. “ Terasa nikmat roti yang dibungkus ini tentunya. Sahabat Abdullah memang sangat dermawan, sahabat sejatiku,” desah Ahmad.

Belum sampai setengah perjalanan, tiba-tiba seorang wanita dengan bayi dalam gendongan menatap iba. “Tuan, berilah kami makanan. Sudah beberapa hari ini kami belum makan. Anak ini anak yatim yang kelaparan, tolonglah. Semoga Allah swt. Merahmati tuan,” ratap ibu itu.

Iba rasa hati Ahmad. Ditatapnya bayi yang digendong wanita itu. Tampak wajah yang layu, pucat kelaparan. Wajah yang mengharap belas kasihan. Sungguh melas, tak sanggup Ahmad memandangnya lama-lama. Dibandingkan keluargaku, mungkin ibu dan anak ini lebih membutuhkan. “Biarlah aku akan mencari makanan lain untuk keluargaku,” Ahmad membatin. “Ini ambillah bu. . . aku tak punya yang lain, semoga dapat meringankan bebanmu. Kalau saja aku punya yang lain mungkin aku akan membantumu lebih banyak,” kata Ahmad sambil menyerahkan bungkusan yang sama sekali belum disentuhnya.

Dua tetes air mata jatuh dari mata sang ibu, “Terima kasih. . .terima kasih tuan. Sungguh tuan telah menolong kami dan semoga Allah membalas budi baik tuan dengan balasan yang besar,” si ibu berterima kasih dan menunduk hormat. Maka Ahmad pun meneruskan perjalanan.

Ia beristirahat bersandar di batang pohon sambil merenungi nasibnya. Namun, ia kembali ingat bahwa sahabatnya Abdullah telah berjanji akan datang membawakan keperluannya. Dan Abdullah tak pernah ingkar janji sekalipun. Maka bergegas ia pulang dengan perasaan harap-harap cemas. Di tengah jalan dia berpapasan dengan sahabat baiknya Abdullah.

“Wahai Ahmad kemana saja engkau,” tegur Abdullah tersengal-sengal. “Aku mencarimu kesan-kemari. Aku datang kerumahmu membawakan keperluanmu yang aku janjikan. Namun, ditengah perjalanan aku bertemu dengan saudagar dengan beberapa onta bermuatan penuh. Dia ingin bertemu ayahmu. Dia bilang ayahmu pernah memberi pinjaman 30 tahun yang lalu. Setelah jatuh bangun berdagang, sekarang ia telah menjadi saudagar besar di Bashrah. Kini ia akan mengembalikan uang pinjamannya, keuntungan serta hadiah-hadiah,” jelas Abdullah. “Sekarang segera pulanglah Ahmad! Harta yang banyak menunggumu. Tak perlu kau jual rumah lagi,” kata Abdullah.

Kaget bukan kepalang Ahmad mendengar perkataan sahabatnya Abdullah. Sungguh ia tak percaya dengan perkataannya itu.

“Benarkah Abdulah, benarkah?” tanya Ahmad ragu-ragu. Maka, ia berlari seperti terbang, pulang kerumahnya. Sejak itulah Ahmad menjadi orang kaya raya di kotanya.

Ahmad gemar berbuat kebajikan, apalagi kepada sahabatnya Abdullah. Pada suatu malam ia bermimpi. Sepertinya saat itu amalannya dihisab oleh para malaikat. Maka pertama-tama, dosa dan kesalahannya ditimbang. Wajahnya pucat. Berapa berat dosa yang dimilikinya. “Apakah amal kebaikan yang dilakukan dapat melebihi dosa-dosa itu?” Ahmad membatin.

Perlahan-lahan amal kebaikannya ditimbang. Pahala berderma dengan lima ribu dirham hanya ringan-ringan saja. Kata malaikat karena harus dipotong oleh kesombongan dan riya. Demikian seterusnya. Ternyata seluruh amalannya tetap tak bisa mengimbangi beratnya dosa yang ia lakukan. Ahmad menangis.

Para malaikat bertanya, “Masih adakah amal yang belum ditimbang?” “Masih ada,” kata malaikat yang lain. “Masih ada, yakni dua amalan baik lagi.”

Ternyata salah satunya adalah roti yang diberikannya kepada anak yatim dan ibunya. Makin pucatlah wajah Ahmad. “Mana mungkin amalan itu dapat menyeimbangkan dosa-dosanya yang berat,” keluhnya. Malaikat pun sibuk menimbang roti itu. Namun, ketika ditimbang, ternyata timbangan langsung terangkat. Betapa beratnya bobot amalan itu. Kini timbangan ahmad tetap seimbang. Wajahnya sedikti tenang. Ia gembira, sungguh diluar dugaannya.

“namun amalan apalagi yang tersisa? Karena ini masih seimbang,” katanya dalam hati.

Maka malaikat pun mendatangkan dua tetes air mata syukur dan terharu ibu anak yatim atas pertolongan Ahmad. Ahmad tak menyangka kalau tetesan air mata ibu anak yatim dinilai dengan pahala untuknya. Ia bersyukur. Para malaikat pun menimbang tetes air mata. Namun, tiba-tiba dua tetes air mata itu berubah menjadi air bah bergelombang dan meluas bak lautan. Lalu dari dalamnya muncul ikan besar. Kemudian malaikat menangkap dan menimbang ikan itu yang disetarakan dengan amalan baik Ahmad.

Ketika ikan menyentuh timbangan, meka seperti bobot yang sangat berat, timbangan pun segera condong kearah kebaikan. “Dia selamat, dia selamat,” terdengar teriakan malaikat. Gembiralah hati Ahmad.

“Sekiranya aku mementingkan diri dan keluarga sendiri, maka tak adalah berat roti dan ikan itu,” Ahmad termenung gembira. Anak yatim dan ibunya itu yang telah menyelamatkan dirinya. Pada saat itu Ahmad terbangun dari mimpi.

Saudara-saudariku, sungguh amal yang ikhlas di tengah kesempitan, bernilai tinggi di mata Allah swt.

Semoga kisah tersebut dapat membawa hikmah bagi kita semua, aamiin…

Diposkan oleh 20th Century Al Ghumayd

DOWNLOAD GRATIS MP3 ADZAN

  • Adzan Subuh - 128 kbps 44 kHz - 

            Download ; (2.9 Mb)

  • Adzan Makkah - 56 kbps 22 kHz - 

            Download ; (1.3 Mb)

  • Adzan Madinah - 32 kbps 16 kHz - 

            Download ; (668 Kb)

  • Adzan Mesir - 32 kbps 16 kHz - 

            Download ; (871 Kb)

  • Adzan Turki - 56 kbps 22 kHz - 

            Download ; (1.6 Mb)

  • Adzan Al Aqsa 1 - 64 kbps 22 kHz - 

            Download ; (1.4 Mb)

  • Adzan Al Aqsa 2 - 64 kbps 22 kHz - 

            Download ; (1.7 Mb)

  • Adzan 1 - 32 kbps 16 kHz - 

            Download ; (757 Kb)

  • Adzan 2 - 32 kbps 16 kHz - 

            Download ; (889 Kb)

  • Adzan 3 - 32 kbps 16 kHz - 

            Download ; (711 Kb)

  • Adzan 4 - 32 kbps 16 kHz - 

            Download ; (717 Kb)

Kisah Segelas Susu

Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang berjualan dari rumah ke rumah untuk membiayai sekolahnya merasa sangat lapar tapi hanya mempunyai uang satu sen. Anak itu memutuskan mengetuk pintu sebuah rumah
untuk meminta makanan. Namun keberaniannya lenyap saat pintu dibuka oleh seorang gadis cantik. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya
meminta segelas air. Gadis itu melihat bahwa si anak kecil itu tampak kelaparan, karena anak itu minta air, gadis itu ingin menghargai sehingga tidak mau menyakiti hati si anak dengan memberi makan. Kemudian Ia membawakannya segelas besar yang berisi air susu. Anak itu pun meminumnya perlahan-lahan.
“Berapa harus kubayar segelas susu ini?” kata anak itu.
“Kau tidak harus membayar apa-apa” jawab si gadis. “Ibu melarangku menerima pembayaran atas kebaikan yang kulakukan.”
“Bila demikian, ku ucapkan terima kasih banyak dari lubuk hatiku.”
 Anak itu meminta izin untuk meninggalkan rumah tersebut setelah berterima kasih.
Ia tidak saja lebih kuat badannya, tapi keyakinannya kepada Allah dan kepercayaannya kepada sesama manusia menjadi semakin mantap. Sebelumnya ia telah merasa putus asa dan hendak menyerah pada nasib.

Beberapa tahun kemudian. . .
 gadis yang menolong anak itu menderita sakit parah. Para dokter setempat kebingungan sewaktu mendiagnosa penyakitnya. Kemudian mereka mengirimnya ke kota besar dan mengundang beberapa dokter ahli untuk mempelajari penyakit langka si pasien. Dokter Howard Kelly akhirnya dipanggil ke ruang konsultasi untuk dimintai pendapat.
Ketika mendengar nama kota asal si pasien, terlihat pancaran aneh di mata Dokter Kelly.
Ia segera bangkit lalu berjalan di lorong rumah sakit dengan berpakaian dokter untuk menemui si pasien. Dokter Kelly segera mengenali wanita sakit itu. Ia lalu kembali ke ruang konsultasi dengan tekad untuk menyelamatkan nyawanya.
Sejak hari itu Dokter Kelly memberikan perhatian khusus pada kasus si pasien. Setelah dirawat cukup lama, akhirnya si pasien bisa disembuhkan. Dokter Kelly meminta kepada bagian keuangan agar tagihan rumah sakit diajukan kepadanya dahulu untuk disetujui sebelum diserahkan kepada si pasien.
Nota tagihan pun kemudian dikirimkan ke kantor Dokter Kelly. Ia mengamati sejenak lalu menuliskan sesuatu di pinggirnya. Tagihan itu kemudian dikirimkan ke kamar pasien.
Si pasien takut membuka amplop nota tagihan karena yakin bahwa untuk dapat melunasinya ia harus menghabiskan sisa umurnya.
Akhirnya, tagihan itu dibuka dan pandangannya segera tertuju pada tulisan di pinggir tagihan itu :
Telah dibayar lunas dengan segelas susu
Tertanda
DR. Howard Kelly

Air mata bahagia membanjiri mata si pasien. Ia berkata dalam hati,“Terima kasih Alloh, cinta-Mu telah tersebar luas lewat hati dan tangan manusia.”
Semoga kita bisa mengambil Hikmah dari kisah di atas
Silahkan SHARE ke rekan anda jika menurut anda note ini bermanfaat

Sumber Buku :Hikmah dari Seberang oleh Drs. Abu Abdillah Al-Husainy


Semangat dakwah Mengundang datangnya hidayah

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimvLMnByuWu5rtHl62JAOc6uhtoQRKMqUphTsFEd9lI_GkI67mMqDDs1CJN-e40f1XMbkE5QUxnKFPyfwxb1HqFKAE_FgqNAOAck6e_qsdQhQF_COM0p1ew0RzJWDUZxsriH3YCMVJ3gs/s1600/jalan-surga-neraka8.jpg Ada kisah menarik tentang semangat dakwah, yang di ceritakan dalam salah satu rubrik dakwah majalah ar-risalah bulan mei 2012 ini. Sebuah kisah inspiratif terjadi di Amsterdam atau lebih dikenal dengan “BELANDA”.
            Menjadi kebiasaan dihari jum’at, seorang imam masjid dan anaknya berumur 11 tahun membagi brosur di jalan-jalan dan keramaian, sebuah brosur dakwah yang berjudul "Thariiqun ilal jannah”.
 
Tapi kali ini, suasana sangat dingin ditambah rintik air hujan yang membuat orang benar-benar malas untuk keluar rumah. Si anak telah siap memakai pakaian tebal dan jas hujan untuk mencegah dinginnya udara, lalu ia berkata kepada sang ayah,
“Saya sudah siap, Ayah !”
“Siap untuk apa, Nak?”
“Ayah, bukankah ini waktunya kita menyebarkan brosur ‘jalan menujuh jannah’?”
“Udara diluar sangat dingin, apalagi gerimis.”
“Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” “Saya tidak tahan dengan suasana dingin diluar.”
“Ayah, jika diizinkan, saya ingin menyebarkan brosur ini sendirian.”
Sang ayah diam sejenak lalu berkata, “Baiklah, pergilah dengan membawa beberapa brosur yang ada.”
            Anak itupun keluar ke jalan kota untuk membagi brosur kepada orang yang dijumpainya, juga dari pintu ke pintu. Dua jam berjalan, dan brosur hanya tersisa sedikit saja. Jalan sepi dan tak ada orang yang dijumpainya lagi dijalanan. Ia pun mendatangi sebuah rumah untuk membagikan brosur itu. Ia pencet tombol bel rumah, namun tak ada jawaban. Ia pencet lagi, tetap tidak ada yang keluar. Hampir saja ia pergi, namun seakan ada suatu rasa yang menghalaginya. Untuk kesekian kali ia kembali memencet bel, dan ia ketuk dengan lebih keras. Ia tunggu beberapa lama, hingga pintu terbuka pelan. Dan seorang wanita tua dengan raut wajah yang menandakan kesedihan yang dalam. Wanita itu berkata, “Apa yang bisa dibantu wahai anakku?”.
            Dengan wajah ceria, senyum yang bersahabat si anak berkata, “Nek, mohon maaf jika saya mengganggu anda, saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda, dan saya membawa brosur untuk anda yang menjelaskan bagaimana anda mengenal Allah, apa yang seharusnya dilakukan manusia dan bagaimana cara memperolah ridho-Nya.”
            Anak itu menyerahkan brosurnya, dan sebelum ia pergi wanita itu sempat berkata, “Terimahkasih, Nak.”
Sepekan kemudian
            Usai shalat jum’at, seperti biasa imam masjid berdiri dan menyampaikan sedikit tausiyah, lalu berkata, “Adakah di antara hadirin yang ingin bertanya, atau ingin mengutarakan sesuatu ?”
            Dibarisan belakang, terdegar seorang wanita tua berkata,
            “Tak ada diantara hadirin ini yang mengenaliku, dan baru kali ini saya datang ketempat ini. Sebelum jum’at yang lalu saya belum menjadi seorang wanita muslimah, dan tidak berfikir untuk menjadi seperti ini sebelumnya. Sekitar sebulan lalu suamiku meniggal, padahal ia satu-satunya orang yang aku miliki di dunia ini. Hari jum’at yang lalu, saat udara sangat dingin dan di iringi gerimis, saya kalap, karena tak tersisah lagi harapanku untuk hidup. Maka saya mengmbil tali dan kursi, lalu saya membawanya ke kamar atas di rumahku. Saya ikat satu ujung tali di kayu atap. Saya berdiri dikursi, lalu saya kalungkan ujung tali yang satunya ke leher, saya memutuskan untuk bunuh diri.
            Tapi tiba-tiba terdengar olehku suara bel rumah dilantai bawah. Saya menuggu sesaat dan tidak menjawab, “paling sebentar lagi pergi,” batinku.
            Tapi ternyata bel berdering lagi, dan kuperhatikan ketukan pintu yang semakin keras terdengar. Lalu saya melepaskan tali yang melingkar di leher, dan turun untuk sekedar melihat siapa yang mengetuk pintu.
            Saat kubuka pintu, kulihat seorang bocah berwajah ceria, dengan senyuman laksana seorang malaikat kecil dan aku belum pernah melihat anak seperti itu. Ia mengucapkan kata-kata yang sangat menyentuh sanubariku, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda”. Kemudian anak itu menyodorkan brosur kepadaku yang berjudul, “jalan menuju jannah.”
            Akupun segera menutup pintu, aku mulai membaca isi brosur itu. Setelah membacanya, aku naik kelantai atas, melepaskan ikatan tali di atap dan menyingkirkan kursi. Saya telah mantap untuk tidak memerlukan itu lagi selamanya.
            Anda tahu, sekarang ini saya benar-benar merasa sangat bahagia, karena bisa mengenal Allah yang Esa, tiada ilah yang haq selain Dia.
            Dan karena alamat markaz dakwah yang tertera di brosur itu, maka saya datang kesini sendirian untuk mengucapkan pujian kepada Allah, kemudian berterimah kasih kepada kalian, khususnya “malaikat” kecil yang telah mendatangiku pada waktu yang sangat tepat. Mudah-mudahan itu menjadi sebab saya selamat dari kesengsaraan menuju kebahagiaan jannah yang abadi.
            Mengalirlah air mata para jama’ah yang hadir di masjid, gemuruh takbir, Allahu akbar. Menggema diruangan. Sementara sang imam turun dari mimbarnya, menuju shaf paling depan, tempat dimana puteranya yang tak lain adalah “malaikat” kecil itu duduk. Sang ayah mendekap dan menciumi anaknya diiring tangisan haru. Allahu akbar!”.
            Lihatlah bagaimana antusias anak kecil itu tatkala berdakwah, hingga dia mengatakan “Tapi Ayah, meski udara sangat dingin, tetap saja ada orang yang berjalan menuju neraka!” ia tidak bisa membiarkan manusia berjalan menuju neraka. Ia ingin kiranya bisa mencegah mereka, lalu membimbingnya menuju jalan ke jannah.
            Lihatlah pula bagaimana ia berdakwah, menunjukkan wajah ceria dan memberikan kabar gembira, “Saya hanya ingin mengatakan, bahwa Allah mencintai anda dan akan menjaga anda.” Siapa yang tidak terenyuh hati mendegarkan kata-katanya?.
            Berdakwah dengan apa yang ia mampu, juga patut dijadikan teladan. Bisa jadi, tanpa kita sadari, cara dakwah sederhana yan kita lakukan ternyata berdampak luar biasa. Menjadi sebab datangnya hidayah untuk seseorang. Padahal, satu orang yang mendapatkan hidayah dengan sebab dakwah kita, itu lebih baik bagi kita daripada mendapat onta merah. Wallahu a’lam bishawab.
Alif jumai rajab (Abu Ukasyah), 05 mei 2012.

Copyright @ 2013 Rohis Al Izzah

Template by Templateism