Akhir-akhir ini kami mulai tertarik mendalami sebuah sejarah
cinta Rasulullah dengan Siti Khadijah r.a. yang katanya orang merupakan
pasangan Ter-romantis yang pernah ada di bumi...
keren g temen-temen? nah setelah ini saya mau berbagi ceritanya nih...
Siapakah khadijah?
temen-temen sedah pada tahu dong tentunya, Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan,
hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy
khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia
banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau
melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar
negeri.
Banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas
kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan
halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya.
Bermimpi melihat matahari turun kerumahnya
Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit, masuk
ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya merata kesemua tempat
sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya.
Mimpi itu diceritakan kepada sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal.
Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi
dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai
pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.
Waraqah berkata: “Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan
menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman.” “Nabi itu berasal dari
negeri mana?” tanya Khadijah bersungguh-sungguh. “Dari kota Makkah ini!”
ujar Waraqah singkat. “Dari suku mana?” “Dari suku Quraisy juga.”
Khadijah bertanya lebih jauh: “Dari keluarga mana?” “Dari keluarga Bani
Hasyim, keluarga terhormat,” kata Waraqah dengan nada menghibur.
Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan
terakhir: “Siapakah nama bakal orang agung itu, hai sepupuku?” Orang tua
itu mempertegas: “Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!”
Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya.
Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak
itulah Khadijah senantiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan
kelak munculnya sang pemimpin itu.
Lamaran dari khadijah kepada Rasulullah s.a.w
Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata
Khadijah: “Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!” (Suaranya ramah,
bernada dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu harga
dirinya)
Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti.
Muhammad SAW: “Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bagianku dalam
rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh
bagi anak saudaranya yang yatim piatu”
(Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban)
Khadijah: “Oh, itukah….! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan
apa-apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,”.
“Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri
bagimu”.(Ia berhenti sejenak, meneliti).
Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandung isyarat
Khadijah: “Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan
Arab. Orangnya baik, kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan
pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku
hendak membawamu”.
khadijah (Khadijah tertunduk lalu melanjutkan): “Tetapi sayang, ada
aibnya…! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia
akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu”.
Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama
terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan,
yang lainnya tak tahu apa yang mau dijawab. Khadijah r.a tak dapat
mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda
yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun
mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh
Khadijah r.a.
Rasulullah SAW minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia menceritakan kepada Pamannya.
Rasulullah SAW: “Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah
r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu “anu
dan anu….” Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.
‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang
cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani
Hasyim. Katanya: “Muhammad, kalau benar demikian, aku akan
mendatanginya”.
‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: “Khadijah,
kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun
memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku,
anak saudaraku Muhammad?”
Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-katanya
itu akan dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan
hati ‘Atiqah:
Khadijah : “Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu?
Terus terang saja kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang kumaksudkan
kepada Muhammad SAW. Kalau ia mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau
tidak,aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati”.
Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat ‘Atiqah terdiam.
Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius.
“Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah diketahui oleh sepupumu
Waraqah bin Naufal?” tanya ‘Atiqah sambil meneruskan: “Kalau belum
cobalah meminta persetujuannya.” “Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada
saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan
minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran”,
Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin
Waraqah takkan keberatan karena dialah yang menafsirkan mimpinya akan
bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.
‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba.
Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya:
Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah. Semua riang menyambut hasil
pertemuan ‘Atiqah dengan Khadijah “Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib,
“tapi kita harus bermusyawarah dengan Muhammad SAW lebih dulu.”
Khadijah yang cantik
Sebelum diajak bermusyawarah, maka terlebih dahulu ia pun telah
menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang
datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan. Utusan peribadi Khadijah
itu bertanya:
Nafisah : “Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?”
Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada.”
Nafisah “Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah?
Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta,
berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”
Rasulullah SAW: “Siapakah dia?” tanya Muhammad SAW.
Nafisah : “Khadijah!” Nafisah berterus terang. “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!”
Usaha Nafisah berhasil. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan
langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW.
Setelah Muhammad SAW menerimapemberitahuan dari saudara-saudaranya
tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak
keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih
tua daripadanya.
Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita
bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan yang utama karena hatinya
telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan
dijodohkan dengannya. Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda
umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping,
berkulit putih dan bermata jeli. Maka diadakanlah majlis yang penuh
keindahan itu.
Hadir Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang
sengaja dijemput. Abu Thalib dengan resmi meminang Khadijah r.a kepada
saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta
tempoh untuk berunding dengan wanita yang berkenaan.
Pernikahan Muhammad dengan Khadijah
Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah:
“Hai anak sepupuku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia
sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan
keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas”. “Benar
katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”, ujar Waraqah. “Kalau ia
tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki.
Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,” demikian Khadijah
r.a menyerahkan urusannya.
Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa
dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal
pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kawin
lima ratus dirham. Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan
“Ash-Shiddiq”, sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil,
memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan
kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat
istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah
seorang hartawan dan bangsawan pula.
Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada
hari Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri
Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama ‘Amir
bin Asad.
Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut
oleh Abu Thalib sebagai berikut: “Alhamdu Lillaah, segala puji bagi
Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi)
Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan Mudhar. “Begitupun kita memuji
Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah
Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama
manusia.
“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan
ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari
mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu
adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat
perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah mengenalinya siapa
dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas
kawin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari
hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.
“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya
bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi
berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat. “Semoga
Allah memberkati pernikahan ini”. Penyambutan untuk memeriahkan majlis
pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan
anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan
di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam
marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para
tamu dan pengiring.
Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati
kepada suaminya dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta
kekayaan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang
terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan,
hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya
ke jalan mana yang engkau redhai !”
Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan Dia (Allah)
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kekayaan”. (Adh-Dhuhaa: 8)
Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.
Dijamin Masuk Syurga
Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun,
yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun
sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai
karena kematian. Tahun wafatnya disebut “Tahun Kesedihan” (‘Aamul
Huzni).
Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW.
ketika wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya.
Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa
turunnya wahyu pertama yang disampaikan Jibril ‘alaihissalam, dimana
beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s
dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna
peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:
“Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai
diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh
Allah bagi umat kita. “Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Bukankah
engkau orang yang senantiasa berusaha untuk menghubungkan tali
persaudaraan? Bukankah engkau selalu berkata benar? Bukankah engkau
senantiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tamu dan mengulurkan
bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?”
Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam
menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita
yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih ingkar terhadap
kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang
dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy. Layaklah
kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh
wanita-wanita lain yaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang
disampaikan oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai
salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah
radiallahu ‘anha serta dihiburnya dengan syurga.
Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya
tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: “Wanita yang utama dan yang
pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti
Muhammad SAW., Maryam binti ‘Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri
Fir’aun”.
Wanita Terbaik
Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW. terhadap
peribadi Khadijah r.a ialah: “Dia adalah seorang wanita yang terbaik,
karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih
dalam kebimbanga, dia telah membenarkan aku di saat orang lain
mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang
lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku
beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang
lain”.
Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang:
tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita.
Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu
Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan
inilah yang dianggap sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW.
Perjuangan Khadijah
Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki
Quraisy, maka di sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu
berdiri di belakang da’wah Islamiah, mendukung dan bekerja keras
mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah bin Khuwailid dan
Fatimah binti Asad. Oleh karena itu Khadijah berhak menjadi wanita
terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul
Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang
mengikuti teladannya.
Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum
beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua
Hira’. Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi
SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik
wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya
harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan
kebaikan.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang
ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia
menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.”
Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, padahal di
hadapan kita ada “wanita terbaik di dunia,” Khadijah binti Khuwailid,
Ummul Mu’minin yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan
suami dan membantunya di waktu berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi
dan meneguhkan serta membenarkannya.
Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan
membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga.
Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan
sebaik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam
istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa
hidupnya.
Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :”Wahai,
Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi
kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan
salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang
sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya
dan tidak ada kepayahan.” [HR. Bukhari dalam "Fadhaail Ashhaabin Nabi
SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata:"Keshahihannya telah disepakati."]
Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai,
orang-orang yang terpedaya oleh dunia ? Sayidah Khadijah r.a. adalah
wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu’min yang orang
pertama yang beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah
r.a. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad
dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia
berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut
menjadi teladan tertinggi bagi para wanita.
Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal
kenabian. Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah
gua di dalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat-ayat Kitab yang
mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia menampakkan diri
di jalannya, antara langit dan bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun
ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju
dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara
jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman,
pembantu maupun penolong.
Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat
meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan
takut akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah
berkata :”Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah
mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah,
kemudian kembali kepadaku.” Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya
kepada Khadijah r.a.
Khadijah r.a. berkata :”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku.
Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi
Nabi umat ini.” Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali pe neguhan
bagi hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya.
Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan,
baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran
darinya. Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan
kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian
hendaknya wanita ideal.
Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam
kepadanya. Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul
SAW seraya berkata kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam dari
Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril
menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu.” Maka Khadijah r.a. menjawab
:”Allah yang menurunkan salam (kesejahteraan), dari-Nya berasal salam
(kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan salam
(kesejahteraan).”
Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di
antara para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta
khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat
pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung
da’wah itu sesudahnya. Sesungguhnya Khadijah r.a. merupakan nikmat
Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah mendampingi Nabi SAW
selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah,
menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan
risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad
dan menolong- nya dengan jiwa dan hartanya.
Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang
mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan
dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku
apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku
anak dari selain dia.” [HR. Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]
Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata
:”Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini
Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau
minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari
Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga,
(terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada
kepayahan.” [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan
Keutamaannya, 1/539]